Segudang Impian Ms.Silly's


Bebrbicara tentang impian, aku punya banyak banget impian dari SMP. Walaupun saat masih kecil kalau ditanya ‘cita-cita kamu kalau gede jadi apa?’ jawabanku pasti ‘jadi guru’. Karna memang profesi orangtuaku guru, jadi aku anggap aku akan jadi seperti Ibuku. Tapi, dipertumbuhan dan masa-masaku beranjak dewasa, ternyata banyak banget profesi yang aku impi-impikan. Ada lagi ding cita-citaku dulu, mau jadi cewek-cewek kantoran gitu. Mungkin efek dirumah dulu orangnya pada liat sinetron gitu kali ya, makanya yang aku liat di TV tu kerjanya duduk dikursi dengan setumpukan meja dikertas. Menjadi sekertarisnya bos yang ganteng dan kece.

Ternyata makin kesini, aku diperlihatkan film entah aku lupa film apa judulnya. Yang pasti di cerita itu pemeran utamanya suka banget nulis-nulis diary. Sebelum lihat film itu, aku suka nulis coret-coret dimana-mana, dulu juga demen banget nyingkat kalimat-kalimat sendiri, bikin singkatan nama-nama beberapa orang, contohnya yang sampek sekarang masih inget tuh AVAU aku tulis didinding kamar, singkatan dari Ayah Vita Avi Ummik. Itu keluarga bahagiaku. Saat itu umur empat tahun (kalo nggak salah :P) Entah kenapa aku menyelipkan Ayah disana. Padahal nyatanya aku tau Ayahku sudah meninggal. Mungkin efek anak-anak yang polos dan dibawah alam sadar.

Back to topic. Gara-gara film itu, aku jadi suka ngumpulin buku-buku diary kecil gitu. Kalau ada buku yang bentuknya menarik, aku langsung minta belikan. Walau kadang Ibuku suka nyegah beli buku gituan seabrek. Aku suka banget buat puisi-puisi, ngomongin isi hati yang kalut, galau cinta monyet, labil dimarahin orangtua, dilarang keluar dan sebagainya. Sampai aku ingat, saat aku bawa diaryku ke sekolah. Salah satu temeku ada yang iseng gerebeg tas. Diambilnya itu diary. Di catetan itu ada tulisanku yang sedang marah banget dan ada sedikit omongan yang sekebun binatang aku sebutin (sory, emosi anak labil dahulu). Eh pulang-pulang aku lihat, dapet komen dari temenku “jangan kayak gitu kalau ngomong, yang baik” dzzzng. Rasanya badan di deras Es batu. Beku. Itu rahasia men, eyalah malah diintipin. Ya sudahlah.

Dari menulis itu, aku lama-lama mendapati cerita, bahwa dulu Ayahku juga hobi banget nulis-nulis. Pernah juga beberapa tulisannya dimuat dalam koran. Suka ngumpulin berita-berita dari majalah gitu ditempel dibuku gede, dibukukuan sendiri sampai tebal dan disusun rapih banget. Aku jadi salut. Terbesit keinginanku saat kelas tiga SMP ingin menjadi penulis. Saat dibangku SMP juga aku sempat dijadikan ketua mading. Padahal, aku entahlah bisa dibilang belum ada apa-apanya dibanding semua. Ya, aku ambil aja positifnya. Aku diberi kepercayaan, tapi disana aku tidak bisa harus meng-handle sendiri, jadi bisa dibilang aku bukan ketua. Belum punya jiwa pemimpin sama sekali (sampai sekarang juga tidak punya jiwa itu) Soalnya aku dulu sok nge-punk, jiwa tengik banget, jujur deh ini. kurang bisa anteng.

Sederetan cita-cita penulis menyeruak semakin besar. Saat SMP aku sudah membaca beberapa novel teenlit yang dibeli tanteku, termasuk Dealova dan karya-karya Agnes Jessica (yang hampir udah aku baca semua kayaknya). Menuju SMA aku juga masih sering membaca novel. Waktu duduk dikelas dua SMA, penjurusan kelas aku memilih Bahasa. Kenapa? Yang pasti I Hate Numeral and all about Mathematic. Kenapa nggak IPS aja? Yakali masih ada Ekonomi sama geografi. Yang pasti sih ya karena, itu tadi. Aku suka nulis, jadi aku pikir disana akan lebih banyak ulasan tentang menulis. Teman sebangku aku juga suka nulis. Dimana saat pelajaran sastra dia yang lebih domain menjawab pertanyaan dari guru.

Sedikit banyak aku selalu beradu tulisan sama dia, walau bisa dikatakan tulisanku jauh banget sama dia, yang terlihat rapih menggunakan kata baku. Jiwaku yang novelis wannabe tidak berhenti, dan masih menggebu-nggebu. Jadi, masa bodoh mau tulisanku jelek, So what?! Namun aku masih mikir keras kalau tulisanku masih kategori Nol, aku lebih bisa mengarang puisi dengan bebas dan mengalur begitu saja. Untuk menulis cerpen, khayalan dan kata-kataku masih sangat rendah. Khayalanku hanya diposisi itu-itu saja.

Sampai suatu saat aku mencoba menulis novel. Dalam satu minggu, aku bisa menyelesaikan 38 halaman. Tapi sampai ditengah jalan, semua itu ZONK abadi. Sakak mat bro! otakku tiba-tiba mati dan kehilangan alur cerita. Nyeseeeeeek banget rasanya. Sakitnya tuh dari hati banget. Pengen banting-banting laptop, pengen oprasi otak, pengen masuk kulkas, pengen panasin ini otak biar encer.

Disitu aku mulai pesimis. Karna beberapa kali saat aku buat cerpen dan aku ingin mengirim cerpen ke salah satu penerbit, rasa ‘ah ceritanya norak’ selalu menghampiri. Alhasil yang tidak ada hasil yaaa sampai sekarang pun aku tidak pernah mengirim tulisanku kemanapun. Eh ada ding satu kali aku ngirim cerpen, gara-gara waktu itu ada kopdar fiksi Darwis Tere Liye gratis bagi  10 pemenang cerpen dan uang Rp.200.000,- kalau tidak salah. Aku ngirim, tapi melalui banyak pihak dulu. Aku nyuruh orang-orang terdekatku kasih comment sama tulisanku. Ternyata masih banyak kritikan yang harus aku perbaiki. Dalam dua hari aku konsultasi tuliasanku sama mereka, aku sudah tidak perduli dengan bagus atau tidaknya. Karna aku rasa itu cukup rapih. Aku kirim lah tulisan itu, dan tidak ada kabar. Selamat ! walau memang firasatku sudah memprediksi kegagalan ini. Tapi, saat itu aku sedang menerapkan prinsip ‘apa salahnya mencoba’. Tidak ada yang salah.

Sampai sekarang tiba-tiba aku stuck kalau mau nulis cerpen. Banyak Imajinasi gandrung, tapi komitmenku seperti naik turun. Kayaknya mesti betapa dulu biar konsisten.

Nah, semakin kesini banyak lagi cita-citaku yang lain. Entahlah, aku suka penasaran  dengan hal-hal yang aku curigai, bahwa hal itu menyenangkan. Aku pengeeeeeeeen banget jadi reporter. Sampai saat ada expo campus, ada satu perguruan tinggi dari Jogja, kampus MMTC.

Aku coba masuk stand dan open mic jadi ala reporter bareng temen aku  dengan membawa teks dari mbak pihak kampus itu. Bahagia bisa menyalurkan keinginan terpendam yang tidak diketahui siapapun. Super excited BANGET! Rasanya menggembirakan aja bisa jadi ala reporter.  Mungkin sebenarnya biasa aja sih, akunya aja yang heboh kali ya, jadi rasanya ROAR biasa, bisa sok-sokan wawancara orang didepan camera. Padahal itu juga sambil deg-degan. Itu juga sama temen sendiri, itu juga diliatin beberapa orang doang, yang liat itu juga temen sendiri, itu juga itu juga itu juga tidak ada apa-apanya.

Sampai dirumah, aku curhat sama wonder womenku. M'mom. Aku lihat brosurnya, sempat main kekampusnya juga, and I love this campus at the first sight and see how the situation there. Meskipun kampusnya tidak se luweebar UGM. Tapi aku punya point sendiri disini. But it’s more than expensive campus for me. Pity dream. With slow combustion I back and see my Mom. ‘Not here’ dengan senyum yang sedikit terisi kepedihan.

Yaaa walau kadang sampai sekarang pun aku masih saja membayangkan situasi hari ini, sudah jadi apa kalau aku kuliah disana.

Mengkhayal memang kadang  sangat menghibur.
Semakin kesini, aku bukan lagi mencari apa kesenangan yang harus kucapai. Aku lebih ingin memberi sesuatu kepada orangtua, membuat hal-hal yang membanggakan dan meringankan pundaknya walau tidak banyak.

Satu cita-citaku ini aku diamkan selama dua tahun terakhir. Aku ingin memulainya dari tahun lalu, tapi aku belum mendapat waktu yang tepat, dan keinginanku yang ini memang sedikit menentang pribadiku dan harus melalui tahap yang tidak mudah. Sebisanya aku optimis dan berdo’a.  Tidak ada yang tidak mungkin selama Allah berkehendak dan mempercayai aku untuk mendapatkannya, apapun itu, pasti ada jalannya.

Actually I promissed that someday I have to bring a window to see that myself was there. Stay cool ya semua yang lagi ngejar-ngejar mimpi. Tetep berdoa dan berusaha sama keinginan kalian. Keep fight fellas J

Write on : 28 Oktober 2014 (03 : 57 am)

Good morning Jogja ...

0 comments:

Post a Comment

Komentar