Setiap malam aku lelah. Lelah dan
sangat lelah. Aku tidak pernah mengerti jalan pikirmu. Sampai mana kamu
memperhatikan aku sejauh ini? Aku pikir kamu hanya diam diri dan melakukan
hal-hal diluar kepala tanpa peduli aku. Tanpa memikirkanku. Tanpa mencemaskanku.
Aku menerkam gemas dengan semuanya. Aku tau kamu orang terbaik. Tapi itu dulu.
Aku muak dengan semua urusanmu.
Tidak bisakah kau menoleh sedikit
ke arahku. Lihat disini, LIHAT !! aku disampingmu, pria! Apa aku hanyalah pohon
teduh yang kau buat berlindung. Hingga kau dengan santai mengusik pasir-pasir,
berlari-lari, tertawa karna orang lain. Lihatlah apa yang membuatmu
terlindungi. Bisakah aku melindungimu serta berbicara romantic untuk hari itu
saja? Jangan! Tidak, aku tidak akan mendengarkan jawabanmu. Aku tau semua
jawaban itu menyakitkan.
Apa rasanya saat kau mengasikkan duniamu
tanpa peduli aku. Aku ada, pria! Aku datang untukmu. Aku disini untukmu. Aku
selalu berada diposisi seperti ini. Kenapa kamu tidak mencoba rasakan dirimu
sebagai aku. Bisakah kamu menghayati setiap kesabaranku menahan kepingan emosi
untuk hubungan kita. kurasa aku hanya berbicara sendiri. Jawaban-jawaban dari
mulutmu itu kenapa tidak pernah manis. Kupingku terasa sayu mendengar omong
kosongmu. Aku benar-benar tidak peduli.
Aku ingin meninggalkanmu. Tapi
kenapa aku tidak bisa. Hatiku selalu ingin bertahan denganmu. Tidak kah kau
sadari semua itu? mungkin saja jika memang microscope bisa melihat
patahan-patahan hati ini, aku rasa setengahnya telah habis. Sudah runtuh
per/detik. Apakah hanya saat hatiku telah habis kamu akan menyadarinya?
Menyadari, bahwa aku ada. dan, saat kamu sadar, aku telah memasangkan hatiku
yang baru dalam diriku. Apa rasanya ?!
Tempat teduhmu yang terasingkan.
Akan meneduhkan orang lain dengan bahaggianya berbicara seromantis mungkin
diujung ombak. Kubayangkan kau diseberang sana. Aku buram melihatmu. Aku
bingung harus membayangkan reaksi apa yang akan kau lakukan. Apakah kamu akan
berlari dan menghakimi laki-laki itu, dan mulai menghabiskan lagi hati yang
baru tergantikan?
Atau kamu hanya akan diam dan tidak
akan pernah peduli dengan apa yang sebenarnya bisa kamu lihat didepan mata? Dan
tetap mengais-ngais tanah. Berjibaku dengan kesibukan-kesibukan yang tidak
pernah kumengerti apa maksutnya itu. dan tidak pernah menganggapku ada.
Aku tahu, kamu ingin didengarkan.
Aku selalu mendengarkanmu. Aku tahu kamu ingin diperhatikan, aku selalu
memperhatikanmu. Aku tau kamu orang pintar, aku selalu memadahi saran-saran
yang kau tutur. Tapi tidak untuk kau remehkan, pria. Aku tahu kamu punya
kelebihan maximal dibandingkan aku yang nota bane-nya hanya sebagai pohon
bringin yang berakar banyak tapi hanya bisa diam. Apa kamu pernah meng-iya kan
ucapanku? Apa kamu pernah mengalah berbicara untukku? Aku memang mengalah untuk
kita. aku tau, kamu tidak akan berhenti jika aku harus mengikutimu debat.
Aku ingin kita seperti dulu,
priaku. Apakah dua tahun ini belum cukup kamu memahamiku yang bertumbuh semakin
dewasa seiring hubunganmu dengan aku. Jiwa kita beda, apapun yang kamu katakana
akan kuterima. Aku sangat berharap perubahan tidak dari satu pihakku saja,
karna menurutku adil tidak harus berlawanan. Adil itu sejajar. Tidak ada yang
harus tunduk dan menunduk.
Bisakah kita mulai semuanya? Bukan
dari awal. Kita mulai semuanya dari diri kita sendiri. Priaku, aku ingin kau
kembali seperti dulu. Kembalilah segera.
Fiksi
0 comments:
Post a Comment
Komentar