DAMN SATURDAY

Sepertinya aku mulai memasalahkan hari sabtu dini hari. semua terasa berantakan. pkl.07.00 harus bangun, masuk kekamar mandi dengn rasa sakit yang sangat perih. butuh waktu kurang lebih satu jam untuk membersihkan diri dan siap-siap ke puskesmas sesuai rencana.
Setibanya di puskesmas aku mulai kebingungan. apa aku salah masuk puskemas? pkl.08.00 orang-orang satu persatu masuk untuk mengambil nomor urutan periksa. tapi, separtinya aku memang salah !gila, nggak ada satupun remaja didalam puskesmas. apa karna memang remaja sekarang jarang terkena penyakit dan berlari ke puskesmas. tidak mungkin juga. lantas? kenapa hanya orang lansia disekelilingku? benar-benar tidak sesuai pikiran. adapun seorang Ibu datang juga membawa anaknya. sedangkan aku hanya berdiri, duduk, berdiri, dan duduk lagi menunggu panggilan daftar periksa. Masyaalloh..
Satu orang duduk sebelah bertanya pada bapak yang membawa anak lelakinya. 
"sakit apa pak anaknya?"
"niki gatel-gatel kabeh awake"
Sejenak ada seorang nenek membawa tongkat jalan sendiri. Ibu  yang disebelah saya tadi menyuruh duduk bersampingan dengannya. "monggo lenggah meriki mbah"
"oh nje nje," nenek itu berlalu masuk kedalam dan tidak duduk disamping saya dan ibu itu. aku mulai jenuh menunggu daftar panggilanku, sangat lama ! aku melihat jam tangan (08.38) huuft.. jam 09.00 harus dikampu pula. aduh semakin galau. Aku putuskan beranjak dari tempat duduk dan membaca satu poster yang tertempel didinding puskesamas dan berjalan kesana-kemari. 
"Ibu Alvaita Luwva" namaku ! ya, namaku sudah dipanggil
"iya mbak"
"maaf, ini yang periksa ibunya atau siapa?" 
aku sejenak melongo heran "saya mbak, kenapa?"
"ooh.. nnaaf, ini tahun lahirnya.." sambil menunjukkan kartu daftar pasien yang tertera tahun lahir 1945, apa-apaan nih, aku merasa lahir diera kemerdekaan. Berasa otak seperti revormasi. Belum selesai bicara aku sudah memotong pembicaraan
"eh iya mbak maaf maksud saya, itu 1995"
"baik, nanti mbaknya tinggal nunggu panggilan. silahkan dari sini lurus, belok kanan. mbaknya tunggu di ruang poli anak"
"iya mbak, trimakasih" 
aku langsung menuju ke poli anak. Tapi sebelumnya aku masih ingin membantah dan protes. apa ini tidak salah? kenapa poli anak? sedangkan aku? mahasiswa. Masih anak-anak? . sudahlah, aku urungkan niatku untuk protes. aku berjalan menuju poli anak dan duduk dikursi yang ada didepan ruang pemeriksaan. anda tahu? disebelah saya hanya ada bayi menangis, anak kecil berlari, anak permpuan lucu yang lemas, dan bocah-bocah yang duduk pucat menunggu diiringi orang tua masing-masing. sejenak mereka melihat saya heran. Mungkin mereka berpikir saya kurang normal. Karna memang postur badan saya yang tinggi dan terlihat lebih dewasa dari umur sebenarnya. MEMALU KAN?!
            Lagi-lagi harus menunguu. Ini sangat tidak menyenangkan bagiku, ditambah orang sekelilingku yang tidak seumur dan terpaut sangat jauh. Jangan katakana aku bodoh dalam cerita ini, karna seumur hidup aku tidak pernah masuk puskesmas sendiri dan hamppir tidak pernah bersentuhan dengan dokter. Tanpa dijelaskan pasti sudah tau kenapa. Syukur-syukur aku ketika sakit bisa sembuh dengan sesuap nasi. Orang tuaku tidak perlu keluar duit untuk dokter.
            “Anak Ibu Alvaita Luwva”
“iyah” spontan aku beranjak dari tempat duduk. Tapi, respon dokter wanita itu langsung tanda tanya. Ia diam sejenak dan membaca kartu pasienku.
“oh! anak 17tahun” kata dokter tersebut melihatku tak lepas dari atas kebawah.
“iya” aku hanya melempar senyum. Senyum yang sangat dari hati. Sangat sangat senang sekali. Agrgh! Baru kutemui dokter tengil
“iya ada masalah apa mbak?” tanyanya dengan mengunyah permen karet yang sedaritadi kulihat juga ketika melayani pasien lain sebelum aku. Pernah lihat ulah dokter seperti itu? Bagiku pribadi, sangat tidak pernah. Dan baru kali ini aku melihat hal yang tidak wajar itu. Tanpa peduli sikapnya yang sedikit aneh itu, aku mulai menjelaskan sedikit masalah sakitku yang tidak bisa kutulis dalam ceerita ini.  Setelah aku menerangkan panjang lebar dokter hanya memberiku kertas tertera obat-obat yang harus kubeli diapotek dan, sudah. Aku dipersilahkan keluar. Layanan yang tidak baik! (don’t try at hospital who are doctor)
 Saat itu aku melihat jam tangan lagi pkl.08.40, ish mati! Aku belum ganti seragam buat kuliah. Perjalanan ke kempus pun 10-15 menit. Aku segera memberikan kertas yang diberi doctor tadi ke apotek, yang melayani ini juga hanya mengtakan Rp.5000,- mbak. Aku tidak banyak bicara hanya memmberi uang itu. Tapi obatku? Obat apa yang harus kubeli? Sedangkan kertasnya masih di apotek itu. Bagaimana prosedur puskesmas ? demi apa aku sangat begok urusan seperti ini. Ah sudahlah! Aku mengejar waktu. Aku putuskan meninggalkan semua pertanyaanku dan meninggalkan catatan obat-obat yang harus ku beli, aku harus kembali ke kos untuk mengejar waktu kuliah.
Traffic lane membuatku semakin tergesa-gesa. Pagi itu Yogya sangat ramai. Mungkin karena weekend. Sesampainya didepan kampus aku melihat teman dari satu kampus berjalan mnggunakan seragam batik. Dengan mengendarai motor aku melihat uniform ku sendiri. Kenapa aku pake seragam  almamater?!! Haaaaaahh.. setres!
Aku putuskan kembali ke kos ganti seragam dengan kecepatan jalan 60/km. sialnya jalanan macet. Setibanya di kos aku langsung lempar baju, tidak peduli berantakan dan balik ke kampus. Ddrt..drrtt..ddrt..
1new message
From : Arni
“kamu udah dimana? Udah masuk nih”
tiga menit kemudian, ddrt…ddrrt..
1new message
From : amrina
“udah berangkat belum? Dosen udah datang”
            Aku masih mencoba tenang, aku tahu hari ini mata kuliah pertama ada test listening. Jalan 10 menit aku sampai di kampus. Aku memmbuka pintu ruangan, semua terpana melihat keterlambatanku yang cukup lama. Untungnya pelajaran masih belum Start! Satu menit kedatanganku test listening pun dimulai. Sungguh.. sabtu yang berantakan! DAMN Saturday. 

2 comments

Komentar